Dalam tour buku ‘Melawan Setan Bermata Runcing’, Sokola Institute mampir di Semarang. Senin, 3 Februari 2020, bertempat di Wisma Perdamaian Semarang, acara bedah buku dan diskusi pendidikan ini dihadiri sekitar 200 orang. Antusiasme mereka tak lain karena ingin menggali kisah yang tertulis di buku tersebut dari penulisnya sendiri. Buku karya bersama dari tokoh-tokoh Sokola Institute ini bukan sekadar kumpulan cerita. Lebih dari itu, buku ini adalah potret perjuangan panjang (2 dekade) mendampingi masyarakat adat Orang Rimba dan komunitas marjinal lainnya di Indonesia.
Bedah Buku dan Diskusi Pendidikan ‘Melawan Setan Bermata Runcing’
Istilah ‘Setan Bermata Runcing’ merujuk pada pensil atau pena. Benda yang oleh Orang Rimba dianggap menyeramkan, karena kerap menjadi alat bagi orang luar untuk merebut hutan mereka. Ketika literasi diintroduksi ke dalam komunitas ini, kekhawatiran akan hilangnya hutan mereka semakin nyata. Namun, Butet Manurung, pendiri Sokola Institute dan penulis buku ini, bersama dengan rekan-rekannya, menekankan bahwa literasi bukanlah musuh. Justru, itu adalah alat untuk bertahan, alat untuk memperjuangkan hak atas tanah dan budaya. Butet mengingat salah satu momen mendalam yg dialaminya. Suatu ketika seorang murid bertanya, “Setelah kami bisa membaca dan menulis, apakah kami bisa mengusir pembalak yang mengambil pohon-pohon di hutan kami?”. Pertanyaan ini menggambarkan dengan jelas betapa khawatirnya Orang Rimba akan masa depan mereka.


Melalui buku ini, Butet dan timnya tidak hanya bercerita, tetapi juga memberikan panduan tentang bagaimana mengembangkan pendidikan yang kontekstual dan ramah budaya. Mereka menunjukkan bagaimana pendidikan bisa menjadi jembatan antara mempertahankan adat dan menghadapi tantangan modern. Metode dan pendekatan Sokola yang tercermin dalam buku ini adalah hasil dari pembelajaran bersama komunitas-komunitas adat di seluruh Indonesia.
Belajar Dari Sokola Rimba
Tsaniatus Solihah, Direktur Pendidikan Anantaka (Penyelenggara Acara), memandang buku ini adalah referensi penting bagi komunitas-komunitas di Semarang. Terutama bagi mereka yang bekerja dengan anak-anak rentan. Ia berharap bahwa buku ini bisa menginspirasi dan menjadi panduan untuk mengembangkan program yang lebih efektif. Diskusi buku ini juga memperkuat pentingnya memahami konteks budaya dalam upaya pendidikan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Butet, Sokola Institute telah membuktikan bahwa tinggal bersama masyarakat adat, memahami dan menghormati budaya mereka, adalah kunci untuk menciptakan perubahan yang bermakna. Mereka tidak hanya mengajarkan membaca dan menulis, tetapi juga cara untuk bertahan di tengah tekanan modernisasi.‘Melawan Setan Bermata Runcing’ adalah sebuah karya yang lebih dari sekadar buku. Ini adalah cerita tentang perlawanan, tentang bagaimana sebuah komunitas kecil di tengah hutan Sumatera dapat berdiri teguh melawan kekuatan yang jauh lebih besar dari mereka – semua berkat sebatang pensil, ‘setan bermata runcing’, yang dulu mereka takuti, kini menjadi senjata dalam perjuangan mereka.